Yogyakarta, 27 Januari 2020, ditulis habis baca cerita cinta @ustad/chen.

Aku punya janji buat ngeberesin skripsi aku di bulan Desember 2019. Tapi janji itu aku khianati karena aku belum beres revisian bab dua dan bab tiga aku berantakan. Aku frustasi banget baca timeline data dan kehabisan kata buat ditulis. Aku janji lagi kediri aku buat beresin skripsi seluruh bab di Januari 2020. Harus beres sebelum les bahasa asing aku dimulai pada 28 Januari. Ternyata aku baru bisa beresin revisi bab dua dan bab tiga dipertengahan bulan Januari, disekitar tanggal 20-an aku mau ngerjain bab empat dan ngeblank parah. Kayak writers block gitu. Hasilnya kemarin aku malah nulis blog. Sekarang juga nulis lagi. Semoga aku cepat tercerahkan yah.

Ditengah-tengah rasa frustasi aku ini jelas aku pengen banget curhat, pengen dikasih solusi gimana caranya biar bisa nulis lagi, didengerin segala keluh kesahnya. Ada banyak banget orang yang bisa aku curhatin tapi aku nggak mau. Aku list aja deh ya siapa mereka dan alasan kenapanya.
1.    Aku nggak mau curhat ke abah mama karena kayaknya mereka nggak ngerti, aku kalau mau ceritapun nggak bisa ekspresif soalnya kita komunikasi Cuma lewat hape.
2.    Aku nggak mau curhat ke temen akrab aku, dia lagi sibuk nyari kerja, aku nggak mau dia makin pusing.
3.    Aku nggak mau curhat ke temenku yang anak teknik, soalnya dia lagi sibuk ngerjain proyeknya dia.
4.    Aku nggak mau curhat ke temen akrab aku yang satu jurusan karena mereka juga lagi pusing sama skripsinyaaa!!!!!!!! Mana progres aku lumayan lebih cepet dari mereka, kalau aku ngeluh progres aku sekarang yang sekarang entar mereka malah jadi bete.
5.    Aku nggak mau curhat ke kakak tingkat atau adik tingkat soalnya ngapain.
Setelah aku corat-coret daftar orang yang bisa aku curhatin, tinggallah satu orang yang paling sempurna kriterianya. Dia temen aku, dia tau aku kek gimana, dia lagi nggak skripsian, dan kita kalau ngomong nyambung. Jadilah aku nge-chat dia buat minta ketemu, aku Cuma bilang butuh ketemu, aku kira dia bakalan langsung cas cis cus kayak superman. Ternyata nggak. Dia bilang nggak bisa ketemu, dan ya udah. Dia nggak nanya lebih. Udah lagi down banget sama skripsi ditolak sama temen gimana nggak makin galau. Btw ini kejadiannya disekitar awal bulan januari waktu aku frustasi revisi bab dua-tiga.

Setelah mampu ngebalikin mood dan beres ngerjain revisi bab dua-tiga, aku balik ngeblank lagi ngerjain bab empat. Iya sekarang ini. Dan aku pengen banget curhat ketemenku yang terakhir itu. Tapi mengingat dia orangnya yang nggak pekaan kayaknya mending nggak usah dan ngeblog nggak jelas kayak gini aja. 

Temen-temenku yang akrab, yang sejurusan, yang anak teknik, pasti bakalan bete abis kalau baca ini. Aku bisa bayangin nih gimana perasaan mereka, kayaknya sih sakit hati sama tingkah aku. Tapikan aku nggak mau nambahin beban mereka, walaupun nanti mereka bilang kalau aku bukan beban mereka tapi siapa sih yang tau isi hati manusia? Aku nggak punya bakat baca pikiran. Aku tulus nggak mau nambah beban, nggak mau bikin mereka bete, bukan karena nggak percaya sama mereka. Lagian mereka udah berbaik hati aku curhatin masalah cinta-cintaan bodoh masa aku tambahin lagi dengan masalah skripsi kek gini. 

Kadang aku pengen banget bisa mengandakan diri, pengen ada satu sosok yang jahat tapi baik. Yang bisa langsung bikin sadar kalau aku lagi nggak bener pikirannya entah dengan menyakiti fisik dan psikis aku atau dengan merangkul aku. Tapi kayaknya nggak mungkin ada, aku nggak sepinter itu buat nemuin teknologi pengganda diri. Eh tapi apa aku coba berguru dengan Naruto aja po ya?

Yogyakarta, 25 Januari 2020 dalam keadaan otak lagi rada bener tapi banyak pikiran.

Beberapa bulan yang lalu pernah nongkrong bareng temen, kita ngomongin gaya hidup kita yang nggak sehat abis. Aku sering pulang malem karena ada kegiatan organisasi, kalau dia sering pulang malem selain karena ngurus organisasi juga karena “seneng-seneng” sih kayaknya. Terus, aku juga hobi nunda makan, ngemil yang pedes-pedes, dan makan-makanan instan, kalau dia yaa urusan makanan sih kayaknya kurang lebih sama aku tapi ya gitu dia suka minum alkohol. Dari indikator itu, kita berdua meyakini bahwa kita bakalan mati muda karena penyakitan.

Nggak lama setelah obrolan itu, aku dikasih pandangan baru sama temenku yang lain. Dia yakin kalau dia bakalan hidup lama karena dia punya banyak dosa. Aku awalnya nggak paham tapi kemudian sadar. Di dunia ini tuhan sering mengambil orang-orang baik yang ada disekitar kita, sementara yang jahat-jahat masih ada buat bikin kita menderita. Sebenarnya aku belum pernah ngerasain kondisi ini sih tapi sinetron Indonesia ngajarinnya begitu. Beberapa orang kelihatan hidupnya menyenangkan sekali walaupun melakukan hal-hal yang dilarang agama. Kadang heran kok azabnya nggak ada ya??  Tapikan aku bukan orang berhak menghakimi seseorang banyak dosanya atau banyak pahalanya, atau dia harus kena azab sekarang atau nanti. Yang jelas, aku sedikit mengakui perspektif temenku yang satu ini rada bener.

Nah, beberapa minggu lalu, aku ngobrol sama temenku yang lain di warung makan, kita ngobrolin betapa brengseknya kelakuan kita. Aku kemudian nyinggung dua perspektif tentang kematian dan kehidupan diatas. Menurut dia, perspektif kedua itu kurang tepat, nggak semua yang sering bikin dosa panjang umurnya. Dia ngasih contoh dengan kondisi para pekerja seks komersial atau orang-orang yang suka narkoba atau suka minum, iya mereka bikin dosa, tapi umur mereka nggak banyak yang bertahan lama. Aku sih menyimpulkan dari omongan dia bahwa iya mereka bikin dosa, tapi tindakan mereka ternyata membunuh mereka secara perlahan atau bikin mereka terserang penyakit, dan ya meninggal deh. Aku sempet ngomongin konsep pahala dan dosa juga, aku meneruskan pandangan temenku yang pertama bahwa kenapa perbuatan baik dan buruk kita nggak menggunakan sistem carrot and stick? Kenapa menggunakan pahala dan dosa? Kita nggak bisa liat tolak ukur pahala dan dosa kita. Pernyataan-pertanyaan itu dijawab sambil ketawa sama temenku yang ketiga ini, janganlah pahala sama dosa ditunjukin, masa kemana-mana keliatan jumlah dosanya.

Tiga perspektif itu sempet bikin aku mikir banget sih, tapi aku masih rada condong ke perspektif pertama. Soalnya perspektif yang pertama itu memang ditujukan ke diri aku dan temenku itu, bukan buat semua orang. Perspektif tentang mati muda karena penyakit ini kemudian terguncang. Beberapa hari ini, dunia internasional lagi heboh sama virus corona. Aku deg-degan banget soalnya informasi di media sosial tentang ini virus serem abis, penyebaran yang cepet, korban meninggal yang banyak, dan belum adanya pengobatan dan vaksin. Setelah seharian terpapar informasi tentang virus corona, aku jadi ngikutin segala tindak pencegahan dan memastikan diri agar imun nggak turun. Nah, habis pulang main tadii banget aku baru teringat, kalau aku yakin aku bakalan mati muda karena penyakit kenapa aku takut banget sama ini virus. Jangan-jangan selama ini perspektif aku itu buat gaya-gayaan doang? Paham nggak sih? Susah nih ngejelasinya. Mungkin aku percaya itu perspektif waktu kondisi mental aku emang lagi turun. Atau aku mikir penyakit yang bakalan bikin aku mati itu penyakit yang bakalan bikin menderita dulu gitu. Kalau tipikal virus corona kan matinya mendadak yah, mungkin aku takut aku nggak sempet tobat, minta maaf, dan berbuat baik.

Plin-plannya aku dalam memandangi kematian dan kehidupan ini juga bikin aku sadar, sepertinya aku memang belum siap mati. Jelas karena aku percaya ada yang namanya penghitungan amal, dan surga-negara. Aku takut dosaku lebih banyak daripada tabungan pahala. Sementara kondisi aku saat ini kayaknya tiap hari bikin dosa deh walaupun tiap hari juga aku sholat dan mengaji. Ini mah bukan bentuk rendah diri nggak sih? Ini bukti bahwa aku sebenarnya banyak sekali menyia-nyiakan waktu yang diberikan Allah SWT. Walaupun sebenarnya nggak ada orang yang bener-bener siap untuk diambil nyawanya, setidaknya beberapa orang yang terus mengupayakan melakukan perintah Allah SWT dengan sebaik-baiknya dan menjauhi larangan Allah SWT sejauh-jauhnya udah rada tenang ketika keputusan Allah SWT datang. Soalnya mereka yakin, janji Allah SWT selalu tepat waktu.

Intinya nih dari kusut-kusutnya pikirin aku, beberapa kejadian memang ada buat bikin sadar. Aku mungkin bakalan mencoba kembali mendekatkan diri kepada Allah SWT setelah ini, tapi mungkin juga nanti setelah rada tobat aku bakalan balik menjauh lagi, yang jelas catatan ini harus aku buka terus, baik ketika iman kuat atau iman lemah. Ketika iman lemah, aku bakalan sadar bahwa posisi aku harus segera diperbaiki, ketika iman kuat aku bakalan sadar bahwa ini merupakan pengingat agar terus istiqomah.



Yogyakarta, 18-19 Desember 2019, ditulis saat insecure parah.

2019 sudah mau berakhir, banyak yang bilang tahun ini adalah tahun paling melelahkan. Banyak hal yang terjadi dan sebagain besar menguras emosi, pikiran, dan finansial (LOL its me, kenapa aku nggak kaya-kaya?). Mungkin yang bikin capek dari tahun 2019 adalah karena kita tahu penyebab dari keadaan kita yang nggak baik-baik aja tapi kita nggak nemu jalan yang tepat buat memperbaikinya.

Sepanjang hidupku, tahun 2018 sampai 2019 ini saat-saat paling capek sih. Megang jabatan yang nggak dipengenin, orang-orang disekitar yang nggak banget personality dan kinerjanya, tekanan semester atas alias kapan beres sih tulisan sampah bernama skripsi itu, dan kekhawatiran ngeselin lainnya kayak bisa lulus cepet nggak ya? nanti wisuda jadi wisudawan terbaik nggak ya(SADAR DIRI IPK NGGAK SEBERAPA WEY)? nanti habis lulus kerja dimana ya? nanti stay di jogja atau balik nggak ya? nanti S2 yang biayain orang tua atau negara? nanti S2 di Indonesia atau luar negeri nggak ya? ini skripsi aku bisa dilanjutin jadi thesis nggak ya? aku ngambil jurusan apa ya nanti S2? nanti aku dapat jodoh nggak ya? aku bakalan dapat penyakit mematikan po ya nanti? Ribet banget hidup jadi manusia kayak aku nih. 

Selain worrying to much things, aku makin hari rasanya makin merendahkan diri, my self isnt that worth. Masalah nulis artikel atau skripsi misalnya, rasanya semua kata yang aku tulis tuh sampah, nggak layak banget, termasuk tulisan ini. Tentang skripsi, aku takut data yang aku tulis salah, padahal kalau udah sidang dan dijilid udah nggak bisa di revisi lagi. Gimana kalau ada yang tersesat gara-gara tulisan aku? Masuk neraka dong aku. Pikiran yang kayak gini nih  yang bikin progress skripsi aku nggak jalan-jalan padahal sumber banyak banget (HALAH BILANG MALES AJA SUSAH BANGET). 

Masalah future job juga, aku sadar diri nggak bakalan bisa ada di posisi kayak kakak kelas SMA aku yang sekarang kesana-kemari ngurusin negara. Terlalu bodoh, tidak berbakat, dan tidak menarik. Aku juga nggak bakalan bisa jadi seperti jurnalis yang dipuja-puji satu Indonesia itu. Terlalu mudah percayaan dan tidak tahan banting. Nggak bakalan jadi istri dan ibu rumah tangga yang baik juga karena aku mahaegois dan pemalas. Juga jelek  dan nggak alim alias siapa sih yang mau sama elo. Serius deh, mending kalian jauh-jauh dari aku daripada ikutan terjerumus dalam kegagalan. 

Aku nulis ini bukan buat dapat pujian dan semangat. Kasian kalian udah capek-capek mikirin kalimat indah dan positive tapi ujung-ujungnya cuma aku iyain tanpa lakuin. Save your energy my friend. Tapi yah sebenarnya aku juga sering kepikiran sama omongan-omongan orang tentang aku. Kayak :
“kamu tuh berubah banget tau sekarang,”
“ih ansos banget sih kamu,”
“nggak tau diri kamu tuh,”
“apa sih dikit-dikit marah,”
 Wow. Itu nusuk banget. Jadi yah omongan positive aku tolak. Omongan negative aku pikirin banget. Bingung nggak lo semua? Makanya gosah temenan sama aku. Buang-buang waktu dan tenaga. 

Masalah pertemanan dan relasi juga bikin aku insecure tingkat tinggi. Bayangin nih ya, kamu punya temen baru yang ternyata dia adalah temennya temen kamu. Dan itu terjadi berulang-ulang. Kamu kenal banyak orang tapi disatu lingkungan yang sama dan itu bikin kemungkinan kamu diomongin makin tinggi. Rasanya aku pengen ganti identitas lalu mulai hidup baru dientah berantah. Tapi siklus kenal-mengenal ini pasti bakalan balik lagi. Kita nggak bisa lari sepenuhnya.

Pencapaian orang lain juga salah satu yang bikin aku capek luar biasa. Ya soalnya itu bakalan bikin diri aku duel lagi. Mempertanyakan kenapa aku nggak bisa sehebat orang-orang itu bakalan membawa aku ke perdebatan jawaban “ya kamu kan emang nggak pinter dan nggak punya skill jadi wajar nggak dapet penghargaan macem-macem” versus “belum waktunya, belum saatnya, entar kamu juga bisa bikin orang lain iri kok.”

Terus nih ya, mood aku juga luar biasa berantakan. Aku bisa seneng lalu marah lalu nangis. Bisa positive lalu realistis. Bisa peduli banget lalu egois banget. Dan semua perpindahan itu berlangsung cepat, kadang dalam hitungan menit. I dont know whats going on with my self. Kadang pengen ketemu temen terus, kadang pengen cabut dan mengurung diri. Yang paling parah adalah saat aku nggak sadar kalau aku lagi munafik dan pakai standar ganda. Keknya banyak banget yang tersakiti sama tingkah aku ya. 

Sepertinya sih aku terlalu lebay memandang dunia. Orang-orang kalau dengar curhatan ini pasti bakalan:
‘’apa sih lo? Hidup tuh mengalir, enjoy aja,”
“nggak usah terlalu mikirin derita deh,”
“ngapain sih mikirin hal yang belum pasti,”
“hidup tuh harus posItive thinking!”

TAPI CUY MAU RATUSAN KALI KALIAN NGOMONG KEK GITU JUGA NGGAK MEMPAN. Selalu ada perdebatan dalam diri aku. The duality inside me is killing me. Capek banget tapi aku juga nggak tau kudu gimana beresin ini. Apa aku harus ganti otak? ganti hati? Atau mati aja? Tapi banyak dosa takut masuk neraka (walaupun kemungkian masuk neraka juga sebenarnya udah tinggi sih).

Selamat hari Senin!

Perhatian!
Tulisan ini dibuat dalam waktu singkat tanpa proses baca ulang dan editing. Mohon maaf atas segala ambiguitas dan kesalahan penulisan yang bertebaran. Jika mata kamu sanggup menerima ketidaksempurnaan tulisan ini, silahkan diteruskan membacanya. Selamat membaca!


Udah lama banget pengen aktif lagi nge-blog tapi apa daya ke-mager-an selalu menang. Kemarin, hari Minggu, tiba-tiba aja aku pengen nulis lagi dan topik yang pengen diceritain adalah tentang Death Note. Duh, serem kali yak, baru update eh yang diomongin udah masalah kematian.

Jadi, aku kan liburan semester ganjil kali ini tuh dari awal Januari sampai pertengah Februari. Nah, di awal Februari, aku yang lagi gabut akhirnya buka-buka folder film di laptop lama dan ketemu lagi lah dengan Death Note versi Film. Karena emang nggak ada tontonan lagi, akhirnya aku re-watch deh itu series. Selesai nonton film Death Note yang ketiga, aku baru inget kalo aku punya film Death Note yang rilis tahun 2016. Tapi berhubung aku rada pinter, aku google-lah series film ini dan menemukan informasi kalo setelah film yang ketiga, ada film pendek tiga episode gitu yang menjelaskan transisi dari film yang ketiga dan film yang rilis tahun 2016 itu. Nah, karena aku dirumah waktu liburan itu lagi jadi fakir kuota, niatan untuk nonton film yang 2016 itu aku batalin karena percumalah aku nonton kalo ngelewatin yang tiga episode itu.

Hari sabtu kemarin, pas lagi capek nge-rekap absensi murid, aku kepikiran buat download film. Hari itu, tumben-tumbenan lobby HI rada kosong jadi wifi rada cepet. Untungnya, aku inget kalo aku harus download mini series death note yang tiga episode dan ternyata ukuran per episode itu kecil-kecil semua dan durasinya Cuma 15-30 menit-an doang. Kzl. Tau gitu aku download waktu di rumah aja kan. Dengan kekuatan wifi rada kenceng maka terdownload-lah itu tiga episode penting dalam death note yang akan mempengaruhi pengetahuanku terhadap film death note 2016.

Besoknya, yaitu hari minggu, yang berarti itu kemarin. Alah ribet. Habis guling-guling mager dikasur dan beres-beres kamar kost, aku memutuskan untuk memberikan sedikit hiburan kepada jiwa yang sepi dan dirundung masalah ini dengan nonton film death note. Dan ternyata, omaygat, aku nggak nyesel.

Awalnya sih, tiga episode yang aku harap sangat mencerahkan itu akan bikin clear segala teka-teki death note pasca film yang ketiga ternyata mah biasa aja, dan emang cuma berfungsi sebagai film transisi gitu. Tapi, its okay, aku tetap lanjut nonton film death note yang 2016. Death note 2016, yang judulnya Light up the NEW World ini ternyata bagus banget. SANGAT BAGUS. MEMBEKAS. UWOW UWOW BANGET. Selama nonton film itu aku dibikin “ih kok gitu” “yah yah yah” “aaa tidakkk” “ih apaan sih” “dasar bodoh” “kok sedih” “kok romantis sih” “lah?” “hah?” kek gitu lah pokoknya hahaha. Aku sangat menikmati film ini karena plot twist nya banyak banget ya Allah, campur aduk, sebentar seneng sebentar sedih sebentar tegang. Tim produksinya sangat sangat luar biasa. 

Selama nonton film ini, aku dibuat ketawa karena ngerasa si L mirip banget sama monyet ahaha. Terus, di film ini juga kayaknya aku pertama kali tersentuh dengan kisah cinta penjahat, si Kira kan jahat tuh nah diakan mati di film yang ketiga sementara pacarnya si Misa itu masih hidup sampe di film yang 2016 ini. Pas ngeliat Misa lagi tuh aku mikir, kok dia beda ya? Tambah tua beneran sepertinya. Dan yang sanggup bikin aku uwow uwow dengan kisah cinta mereka adalah ketegaran si Misa, meskipun cinta mati sama Kira dia tetap bisa menjaga mentalnya ketika ada siapa tuh yang jahat yang baju putih itu mikir kalo Kira masih hidup si Misa tetap yakin kalo Kira sudah mati dan akhirnya dia bunuh diri biar bisa nyusul kira. Oh iya, dari tadi tuh aku nulis Kira karena lupa nama orangnya, Light Yagami ya? Eh siapa? Light light gitu lah pokoknya. Aku tuh heran kok bisa-bisanya adegan bunuh diri kek gitu bisa bikin aku mikir itu romantis banget. Gangguan deh aku kayaknya.

Tapi ya dasar tim produksi jahat, belum sempat aku mellow eh alur ceritanya udah berubaha aja. Di film ini diceritain kalo Kira si Light itu punya anak di Amerika. Kan filmnya rentangnya 10 tahun, jadi anak Kira pasti masih anak-anak alis bocah. Tapi bukan itu yang mau aku permasalahin, anak itu kalo nggak salah anak biologis si Light, nah di film yang ketiga itu Light sama Misa pacaran, terus di film ini anaknya si Light ada di Amerika. Kalo anak itu anaknya si Light sama Misa kapan Misa hamilnya? Kapan ke Amerikanya? Kapan itunya ehehehehehehehhe. Kotor otak aku nih, astagfirullah. Tapi kayaknya bukan anak kandung deh ya. Iya deh, kayaknya bukan. Bukan pasti lah. Anak angkat doang kayaknya. Bodo amat lah.

Habis nonton film ini aku jadi bertanya-tanya, gimana kalau ternyata death note itu beneran ada? Gimana manusia menggunakannya? Gimana? Gimana? Gimana?

Udahlah segitu aja postingan comeback aku. Sampai jumpa ditulisan yang lain. Doakan aku tidak mager.

XOXO
Hello, it's me
I was wondering if after all these years
You'd like to meet, to go over everything
They say that time's supposed to heal ya
But I ain't done much healing
(Adele - Hello)

I'm Back! Setelah 3 jam lebih ngobok-ngobok otak dan google buat nyari nama domain baru akhirnya gue memutuskan untuk kembali ke domain awal HAHAHA. Fyi, ini blog baru dengan nama domain blog lama gue yang dulunya cuma buat personal tapi berhubung gue juga pengen kaya orang-orang yang sering mempromosikan blognya di social media jadilah gue bikin blog baru yang bisa dipromosiin hohoho. But berhubung gue tipe orang yang susah melepaskan sesuatu, blog lama gue tetap gue keep cuma diganti nama domainnya doang biar tetap berkesan misterius. Walaupun ini blog baru rasa lama kayaknya tetap nggak afdol kalau nggak memperkenalkan diri.

Hello. Call me Galuh and enjoy my story!