Beratnya 2019

by 06.28 0 komentar


Yogyakarta, 18-19 Desember 2019, ditulis saat insecure parah.

2019 sudah mau berakhir, banyak yang bilang tahun ini adalah tahun paling melelahkan. Banyak hal yang terjadi dan sebagain besar menguras emosi, pikiran, dan finansial (LOL its me, kenapa aku nggak kaya-kaya?). Mungkin yang bikin capek dari tahun 2019 adalah karena kita tahu penyebab dari keadaan kita yang nggak baik-baik aja tapi kita nggak nemu jalan yang tepat buat memperbaikinya.

Sepanjang hidupku, tahun 2018 sampai 2019 ini saat-saat paling capek sih. Megang jabatan yang nggak dipengenin, orang-orang disekitar yang nggak banget personality dan kinerjanya, tekanan semester atas alias kapan beres sih tulisan sampah bernama skripsi itu, dan kekhawatiran ngeselin lainnya kayak bisa lulus cepet nggak ya? nanti wisuda jadi wisudawan terbaik nggak ya(SADAR DIRI IPK NGGAK SEBERAPA WEY)? nanti habis lulus kerja dimana ya? nanti stay di jogja atau balik nggak ya? nanti S2 yang biayain orang tua atau negara? nanti S2 di Indonesia atau luar negeri nggak ya? ini skripsi aku bisa dilanjutin jadi thesis nggak ya? aku ngambil jurusan apa ya nanti S2? nanti aku dapat jodoh nggak ya? aku bakalan dapat penyakit mematikan po ya nanti? Ribet banget hidup jadi manusia kayak aku nih. 

Selain worrying to much things, aku makin hari rasanya makin merendahkan diri, my self isnt that worth. Masalah nulis artikel atau skripsi misalnya, rasanya semua kata yang aku tulis tuh sampah, nggak layak banget, termasuk tulisan ini. Tentang skripsi, aku takut data yang aku tulis salah, padahal kalau udah sidang dan dijilid udah nggak bisa di revisi lagi. Gimana kalau ada yang tersesat gara-gara tulisan aku? Masuk neraka dong aku. Pikiran yang kayak gini nih  yang bikin progress skripsi aku nggak jalan-jalan padahal sumber banyak banget (HALAH BILANG MALES AJA SUSAH BANGET). 

Masalah future job juga, aku sadar diri nggak bakalan bisa ada di posisi kayak kakak kelas SMA aku yang sekarang kesana-kemari ngurusin negara. Terlalu bodoh, tidak berbakat, dan tidak menarik. Aku juga nggak bakalan bisa jadi seperti jurnalis yang dipuja-puji satu Indonesia itu. Terlalu mudah percayaan dan tidak tahan banting. Nggak bakalan jadi istri dan ibu rumah tangga yang baik juga karena aku mahaegois dan pemalas. Juga jelek  dan nggak alim alias siapa sih yang mau sama elo. Serius deh, mending kalian jauh-jauh dari aku daripada ikutan terjerumus dalam kegagalan. 

Aku nulis ini bukan buat dapat pujian dan semangat. Kasian kalian udah capek-capek mikirin kalimat indah dan positive tapi ujung-ujungnya cuma aku iyain tanpa lakuin. Save your energy my friend. Tapi yah sebenarnya aku juga sering kepikiran sama omongan-omongan orang tentang aku. Kayak :
“kamu tuh berubah banget tau sekarang,”
“ih ansos banget sih kamu,”
“nggak tau diri kamu tuh,”
“apa sih dikit-dikit marah,”
 Wow. Itu nusuk banget. Jadi yah omongan positive aku tolak. Omongan negative aku pikirin banget. Bingung nggak lo semua? Makanya gosah temenan sama aku. Buang-buang waktu dan tenaga. 

Masalah pertemanan dan relasi juga bikin aku insecure tingkat tinggi. Bayangin nih ya, kamu punya temen baru yang ternyata dia adalah temennya temen kamu. Dan itu terjadi berulang-ulang. Kamu kenal banyak orang tapi disatu lingkungan yang sama dan itu bikin kemungkinan kamu diomongin makin tinggi. Rasanya aku pengen ganti identitas lalu mulai hidup baru dientah berantah. Tapi siklus kenal-mengenal ini pasti bakalan balik lagi. Kita nggak bisa lari sepenuhnya.

Pencapaian orang lain juga salah satu yang bikin aku capek luar biasa. Ya soalnya itu bakalan bikin diri aku duel lagi. Mempertanyakan kenapa aku nggak bisa sehebat orang-orang itu bakalan membawa aku ke perdebatan jawaban “ya kamu kan emang nggak pinter dan nggak punya skill jadi wajar nggak dapet penghargaan macem-macem” versus “belum waktunya, belum saatnya, entar kamu juga bisa bikin orang lain iri kok.”

Terus nih ya, mood aku juga luar biasa berantakan. Aku bisa seneng lalu marah lalu nangis. Bisa positive lalu realistis. Bisa peduli banget lalu egois banget. Dan semua perpindahan itu berlangsung cepat, kadang dalam hitungan menit. I dont know whats going on with my self. Kadang pengen ketemu temen terus, kadang pengen cabut dan mengurung diri. Yang paling parah adalah saat aku nggak sadar kalau aku lagi munafik dan pakai standar ganda. Keknya banyak banget yang tersakiti sama tingkah aku ya. 

Sepertinya sih aku terlalu lebay memandang dunia. Orang-orang kalau dengar curhatan ini pasti bakalan:
‘’apa sih lo? Hidup tuh mengalir, enjoy aja,”
“nggak usah terlalu mikirin derita deh,”
“ngapain sih mikirin hal yang belum pasti,”
“hidup tuh harus posItive thinking!”

TAPI CUY MAU RATUSAN KALI KALIAN NGOMONG KEK GITU JUGA NGGAK MEMPAN. Selalu ada perdebatan dalam diri aku. The duality inside me is killing me. Capek banget tapi aku juga nggak tau kudu gimana beresin ini. Apa aku harus ganti otak? ganti hati? Atau mati aja? Tapi banyak dosa takut masuk neraka (walaupun kemungkian masuk neraka juga sebenarnya udah tinggi sih).

Galuh

(A piece of cookie's crumb)

Wish you enjoy with my blogging! Gratitude for all the friends who already want to read, thank you very much and have you find the joy? .

0 komentar:

Posting Komentar