Yogyakarta, 18-19
Desember 2019, ditulis saat insecure parah.
2019 sudah mau berakhir, banyak
yang bilang tahun ini adalah tahun paling melelahkan. Banyak hal yang terjadi
dan sebagain besar menguras emosi, pikiran, dan finansial (LOL its me, kenapa
aku nggak kaya-kaya?). Mungkin yang bikin capek dari tahun 2019 adalah karena
kita tahu penyebab dari keadaan kita yang nggak baik-baik aja tapi kita nggak
nemu jalan yang tepat buat memperbaikinya.
Sepanjang hidupku, tahun 2018
sampai 2019 ini saat-saat paling capek sih. Megang jabatan yang nggak
dipengenin, orang-orang disekitar yang nggak banget personality dan kinerjanya,
tekanan semester atas alias kapan beres sih tulisan sampah bernama skripsi itu,
dan kekhawatiran ngeselin lainnya kayak bisa lulus cepet nggak ya? nanti wisuda
jadi wisudawan terbaik nggak ya(SADAR DIRI IPK NGGAK SEBERAPA WEY)? nanti habis
lulus kerja dimana ya? nanti stay di jogja atau balik nggak ya? nanti S2 yang
biayain orang tua atau negara? nanti S2 di Indonesia atau luar negeri nggak ya?
ini skripsi aku bisa dilanjutin jadi thesis nggak ya? aku ngambil jurusan apa
ya nanti S2? nanti aku dapat jodoh nggak ya? aku bakalan dapat penyakit
mematikan po ya nanti? Ribet banget hidup jadi manusia kayak aku nih.
Selain worrying to much things,
aku makin hari rasanya makin merendahkan diri, my self isnt that worth. Masalah
nulis artikel atau skripsi misalnya, rasanya semua kata yang aku tulis tuh
sampah, nggak layak banget, termasuk tulisan ini. Tentang skripsi, aku takut
data yang aku tulis salah, padahal kalau udah sidang dan dijilid udah nggak
bisa di revisi lagi. Gimana kalau ada yang tersesat gara-gara tulisan aku?
Masuk neraka dong aku. Pikiran yang kayak gini nih yang bikin progress skripsi aku nggak
jalan-jalan padahal sumber banyak banget (HALAH BILANG MALES AJA SUSAH BANGET).
Masalah future job juga, aku
sadar diri nggak bakalan bisa ada di posisi kayak kakak kelas SMA aku yang
sekarang kesana-kemari ngurusin negara. Terlalu bodoh, tidak berbakat, dan
tidak menarik. Aku juga nggak bakalan bisa jadi seperti jurnalis yang
dipuja-puji satu Indonesia itu. Terlalu mudah percayaan dan tidak tahan
banting. Nggak bakalan jadi istri dan ibu rumah tangga yang baik juga karena
aku mahaegois dan pemalas. Juga jelek dan nggak alim alias siapa sih yang mau sama
elo. Serius deh, mending kalian jauh-jauh dari aku daripada ikutan terjerumus
dalam kegagalan.
Aku nulis ini bukan buat dapat
pujian dan semangat. Kasian kalian udah capek-capek mikirin kalimat indah dan
positive tapi ujung-ujungnya cuma aku iyain tanpa lakuin. Save your energy my
friend. Tapi yah sebenarnya aku juga sering kepikiran sama omongan-omongan
orang tentang aku. Kayak :
“kamu tuh berubah banget tau
sekarang,”
“ih ansos banget sih kamu,”
“nggak tau diri kamu tuh,”
“apa sih dikit-dikit marah,”
Wow. Itu nusuk banget. Jadi yah
omongan positive aku tolak. Omongan negative aku pikirin banget. Bingung nggak
lo semua? Makanya gosah temenan sama aku. Buang-buang waktu dan tenaga.
Masalah pertemanan dan relasi
juga bikin aku insecure tingkat tinggi. Bayangin nih ya, kamu punya temen baru
yang ternyata dia adalah temennya temen kamu. Dan itu terjadi berulang-ulang.
Kamu kenal banyak orang tapi disatu lingkungan yang sama dan itu bikin
kemungkinan kamu diomongin makin tinggi. Rasanya aku pengen ganti identitas
lalu mulai hidup baru dientah berantah. Tapi siklus kenal-mengenal ini pasti
bakalan balik lagi. Kita nggak bisa lari sepenuhnya.
Pencapaian orang lain juga salah
satu yang bikin aku capek luar biasa. Ya soalnya itu bakalan bikin diri aku
duel lagi. Mempertanyakan kenapa aku nggak bisa sehebat orang-orang itu bakalan
membawa aku ke perdebatan jawaban “ya kamu kan emang nggak pinter dan nggak
punya skill jadi wajar nggak dapet penghargaan macem-macem” versus “belum
waktunya, belum saatnya, entar kamu juga bisa bikin orang lain iri kok.”
Terus nih ya, mood aku juga luar
biasa berantakan. Aku bisa seneng lalu marah lalu nangis. Bisa positive lalu
realistis. Bisa peduli banget lalu egois banget. Dan semua perpindahan itu
berlangsung cepat, kadang dalam hitungan menit. I dont know whats going on with
my self. Kadang pengen ketemu temen terus, kadang pengen cabut dan mengurung
diri. Yang paling parah adalah saat aku nggak sadar kalau aku lagi munafik dan
pakai standar ganda. Keknya banyak banget yang tersakiti sama tingkah aku ya.
Sepertinya sih aku terlalu lebay
memandang dunia. Orang-orang kalau dengar curhatan ini pasti bakalan:
‘’apa sih lo? Hidup tuh mengalir,
enjoy aja,”
“nggak usah terlalu mikirin
derita deh,”
“ngapain sih mikirin hal yang
belum pasti,”
“hidup tuh harus posItive
thinking!”
TAPI CUY MAU RATUSAN KALI KALIAN
NGOMONG KEK GITU JUGA NGGAK MEMPAN. Selalu ada perdebatan dalam diri aku. The
duality inside me is killing me. Capek banget tapi aku juga nggak tau kudu
gimana beresin ini. Apa aku harus ganti otak? ganti hati? Atau mati aja? Tapi
banyak dosa takut masuk neraka (walaupun kemungkian masuk neraka juga
sebenarnya udah tinggi sih).
0 komentar:
Posting Komentar